![]() Kwan im bersama dengan Shancai yang dilukiskan dalam lukisan tradisional China | |
Dalam bahasa Jepang, Kwan Im disebut "Kannon" Dalam bahasa Korea disebut Gwan-eum atau Gwanse-eum. Dalam bahasa Vietnam "Quan Am" atau "Quan The Am Bo Tat" |
Di India, Avalokitesvara sendiri asalnya digambarkan berwujud laki-laki, begitu pula pada masa Dinasti Tang (618-907)
Namun pada Dinasti Song (960-1279) berkisar pada abad ke 11, beberapa dari pengikut melihatnya sebagai sosok wanita, yang kemudian digambarkan dalam para seniman.
Perwujudan Kwan Im sebagai sosok wanita, lebih jelas pada masa Dinasti Yuan (1206-1368)
Sejak masa Dinasti Ming, pada abad ke 15, Kwan Im secara menyeluruh dikenal sebagai wanita.
Kwan Im pertama diperkenalkan ke China pada abad pertama SM, bersamaan dengan masuknya agama Budha.
Pada abad ke-7, Kwan Im mulai dikenal di Korea dan Jepang, karena pengaruh Dinasti Tang.
Pada masa yang sama, Tibet juga mulai mengenal Kwan Im dan menyebutnya dengan nama "Chenrezig"
Dalai Lama sering dianggap sebagai reinkarnasi dari Kwan Im di dunia.
Istiilah Avalokitesvara, diterjemahkan oleh Kumarajiva, menjadi Guanshiyin. Kemudian di singkat menjadi Guanyin, karena kata shi sama dengan kata shi dari nama Li Shimin (598-649) atau kaisar Tang Taizong. Persamaan ini tabu bagi kaisar.
Pengertian Avalokitesvara Bodhisattva dalam bahasa Sanskerta adalah :
- "Avalokita" (Kwan/Guan/Kwan Si/Guan Shi) yang bermakna "Melihat ke Bawah" atau "Mendengarkan ke Bawah" “Bawah” disini bermakna ke dunia, yang merupakan suatu alam (Sanskerta : lokita)
- Kata "Isvara" (Im/Yin) berarti suara (suara jeritan mahluk atas penderitaan yang mereka alami)
Kwan Im sebagai seorang Bodhisattva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang.
Di negara Jepang, Kwan Im terkenal dengan nama Dewi Kanon. Dalam perwujudannya sebagai pria, Kwan Im disebut Kwan Sie Im Pho Sat.
Dalam Sutra Suddharma Pundarika Sutra (Biauw Hoat Lien Hoa Keng) disebutkan ada 33 penjelmaan Kwan Im. Sedangkan dalam Maha Karuna Dharani (Tay Pi Ciu/Ta Pei Cou/Ta Pei Shen Cou) ada 84 perwujudan Kwan Im, sebagai simbol dari Bodhisattva yang mempunyai kekuasaan besar.
Altar utama di Kuil Pho Jee Sie (Pho To San) di persembahkan kepada Kwan Im dengan perwujudan sebagai “Buddha Wairocana” dan di sisi kiri atau kanan berjajar 16 perwujudan lainnya.
Perwujudan Kwan Im di altar utama Kim Tek Ie, salah satu Klenteng tertua di Indonesia adalah King Cee Koan Im (Kwan Im Membawa Sutra Memberi Pelajaran Buddha Dharma Kepada Umat Manusia)
Disamping itu, terdapat pula wujud Kwan Im Seribu Lengan/Tangan, sebagai perwujudan Kwan Im yang selalu bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang tulus dari umatnya.
Ketika agama Budha memasuki Tiongkok (Masa Dinasti Han) mulanya Avalokitesvara Bodhisattva bersosok pria.
Seiring dengan berjalannya waktu. Menjelang Dinasti Tang, profil Avalokitesvara Bodhisattva berubah dan ditampilkan dalam sosok wanita.
Ada beberapa teori mengenai perubahan ini.
Pertama pengaruh budaya maternalistik Tiongkok purba.
Kedua dipengaruhi oleh figur Wu Zetian (624-705) kaisar wanita yang beragama Budha.
Ketiga tekanan budaya paternalistik sehingga kaum perempuan memerlukan satu figur dewi perempuan yang bisa melindungi dan mengayomi mereka.
Rakyat jelata Tiongkok atau yang mayoritas memeluk kepercayaan rakyat (Chinese folk religion) sering menyebut dengan sebutan niang-niang atau ma.
Taoisme kemudian menyebut Guanyin adalah Cihang Dashi atau Cihang Zhenren.
Salah satu sumber tentang ini adalah Lidai Shenxian Tongjian (Catatan saksama dewa-dewi dalam sejarah) atau yang dikenal dengan nama lain Sanjiao Tongyuanlu (Catatan tiga ajaran/agama bersumber yang sama)
Buku itu ditulis oleh Xu Dao dan Cheng Yuqi, pada akhir dinasti Ming (1368-1644) dan awal dinasti Qing (1644-1912)
Dari sini jelas bahwa tokoh Avalokitesvara Bodhisattva berasal dari India, dan figur perempuan Guanyin Pusa, adalah figur yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Tiongkok saat itu.
Avalokitesvara Bodhisattva memiliki tempat suci di gunung Potalaka, Tibet.
Sedangkan Kwan Im Pho Sat memiliki tempat suci di Pulau Putuo Shan, Kepulauan Zhou Shan, China.
Terdapat beberapa legenda lainnya terkait tentang asal usul Dewi Kwan Im.
Dalam kitab Hong Sin Yan Gi/Hong Sin Phang/Fengshenbang atau disebut juga Fengshen Yanyi (Roman penganugrahan dewa) disebutkan bahwa sebelum ia dikenal sebagai Dewi Kwan Im, ia dikenal dengan nama Chu Hang/Cihang .
Ia merupakan salah satu dari 12 murid Yuanshi Tian. Buku tersebut ditulis oleh Xu Zhonglin (1560-1630) pada masa dinasti Ming.
Kisah Putri Miao Shan sebagai Guanyin menarik minat masyarakat.
Xiangshan Baojuan (Gulungan Mustika Gunung Harum) menceritakan Guanyin Pusa, bermanifestasi menjadi Putri Miao Shan, putri ke tiga dari Raja Miao Zhuang. Cerita Xiangshan Baojuan bermuasal dari vihara Xiangshan si, di Ruzhou.
Vihara itu adalah tempat pemujaan Guanyin, dan biksu kepala vihara bernama Huaizou memberikan tulisan kisah Putri Miao Shan pada pejabat kota Ruzhou (1031-1104) pada masa dinasti Song (960-1127)
Dari situlah legenda Guanyin sebagi putri Miaoshan meluas.
Jika melihat isi kisah Putri Miao Shan, terasa nuansa kepercayaan yang amat kental dan juga unsur Buddhisme, Taoisme dan Ruisme (Confuciusme)
Isi cerita Miao Shan menjadi Kwan Im yang umum sebagai berikut :
Dewi Kwan Im dilahirkan pada masa dinasti Zhou Timur (770-256) pada periode "peperangan antar negara" (403-221) Menurut legenda, Puteri Miao Shan, anak dari Raja Miao Zhuang/Biao Cong/Biao Cuang, penguasa Negeri Xing Lin (Hin Lim) kira-kira pada akhir Dinasti Zhou pada abad III SM.
Disebutkan bahwa Raja Miao Zhuang sangat mendambakan seorang anak lelaki, tetapi yang dimilikinya hanyalah tiga orang puteri. Puteri tertua bernama Miao Shu (Biao Yuan) yang kedua bernama Miao Yin (Biao In) dan yang bungsu bernama Miao Shan (Biao Shan)
Setelah ketiga puteri tersebut menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih jodoh seorang pejabat sipil.
Yang kedua memilih seorang jendral perang, sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan istana dan memilih menjadi Biksuni di Klenteng Bai Que Si (Tay Hiang Shan)
Berbagai cara diusahakan oleh Raja Miao Zhuang agar puterinya mau kembali dan menikah, namun Puteri Miao Shan tetap bersiteguh dalam pendiriannya.
Pada suatu ketika, Raja Miao Zhuang habis kesabarannya dan memerintahkan para prajurit untuk menangkap dan menghukum mati sang puteri.
Setelah kematiannya, arwah Puteri Miao Shan mengelilingi neraka.
Karena melihat penderitaan mahluk-mahluk yang ada di neraka, Puteri Miao Shan berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia. Secara ajaib, doa yang diucapkan dengan penuh welas asih, tulus dan suci mengubah suasana neraka menjadi seperti surga.
Penguasa Akherat, Yan Luo Wang, menjadi bingung sekali. Akhirnya arwah Puteri Miao Shan diperintahkan untuk kembali ke badan kasarnya.
Begitu bangkit dari kematiannya, Buddha Amitabha, muncul di hadapan Puteri Miao Shan dan memberikan Buah Persik Dewa. Akibat makan buah tersebut, sang Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, ketuaan dan kematian.
Buddha Amitabha, lalu menganjurkan Puteri Miao Shan agar berlatih kesempurnaan di gunung Pu Tuo, dan Puteri Miao Shan pun pergi ke gunung Pu Tuo dengan diantar seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.
Sembilan tahun berlalu, suatu ketika Raja Miao Zhuang menderita sakit parah. Berbagai tabib termasyur dan obat telah dicoba, namun semuanya gagal.
Puteri Miao Shan yang mendengar kabar tersebut, lalu menyamar menjadi seorang pendeta tua dan datang menjenguk. Namun terlambat, sang Raja telah wafat.
Dengan kesaktiannya, Puteri Miao Shan melihat bahwa arwah ayahnya dibawa ke neraka, dan mengalami siksaan yang hebat. Karena rasa baktinya yang tinggi, Puteri Miao Shan pergi ke neraka untuk menolong.
Pada saat akan menolong ayahnya untuk melewati gerbang dunia akherat, Puteri Miao Shan dan ayahnya diserbu setan-setan kelaparan.
Agar mereka dapat melewati setan-setan kelaparan itu, Puteri Miao Shan memotong tangan untuk dijadikan santapan setan-setan kelaparan.
Setelah hidup kembali, Raja Miao Zhuang menyadari bahwa bakti ketiga putrinya sangat luar biasa.
Akhirnya sang Raja menjadi sadar dan mengundurkan diri dari pemerintahan dan pergi ke gunung Xiang Shan untuk bertobat dan mengikuti jalan Budha.
Rakyat yang mendengar bakti Puteri Miao Shan hingga rela mengorbankan tangannya menjadi sangat terharu. Berbondong-bondong mereka membuat tangan palsu untuk Puteri Miao Shan.
Budha Amitabha yang melihat ketulusan rakyat, merangkum semua tangan palsu tersebut dan mengubahnya menjadi suatu bentuk kesaktian serta memberikannya kepada Puteri Miao Shan.
Dalam kisah lain disebutkan bahwa pada saat Kwan Im diganggu oleh ribuan setan, iblis dan siluman, Kwan Im menggunakan kesaktiannya untuk melawan mereka. Ia berubah wujud menjadi Kwan Im Bertangan dan Bermata Seribu, dimana masing-masing tangan memegang senjata Dewa yang berbeda jenis.
Kisah Kwan Im Lengan Seribu ini juga memiliki versi yang berbeda, di antaranya adalah pada saat Puteri Miao Shan sedang bermeditasi dan merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba kepalanya pecah berkeping-keping. Buddha Amitabha yang mengetahui hal itu segera menolong dan memberikan "Seribu Tangan dan Seribu Mata" sehingga Kwan Im dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak kepada manusia.
Khusus untuk Shan Cai ada 2 versi legenda. Versi pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran Budha. Ia ditemukan oleh To Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk dididik.
Versi lain dalam cerita Se Yu Ki menyebutkan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong dengan Lo Sat Li. Nama aslinya adalah Ang Hay Jie atau si Anak Merah. Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong meminta bantuan kepada Kwan Im untuk mengatasinya.
Akhirnya Ang Hay Jie berhasil ditaklukkan oleh Kwan Im dan diangkat menjadi muridnya dengan panggilan Shan Cai.
Dalam hal ini, banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa salah satu pengawal Kwan Im adalah Lie Lo Cia, yang penampilannya memang mirip dengan Ang Hay Jie. Secara khusus terdapat perbedaan di antara keduanya, Lie Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakinya, sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah anak dari Lie King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.
Dalam sejumlah kitab Budhisme Tiongkok klasik, disebutkan ada 33 rupa perwujudan Kwan Im, antara lain :
- Kwan Im Berdiri Menyeberangi Samudera
- Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri di atas Naga
- Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu
- Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri
- Kwan Im Berdiri Membawa Anak
- Kwan Im Berdiri di atas Batu Karang/Gelombang Samudera
- Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu
- Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua
Selain perwujudan Kwan Im yang beraneka bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah penuh keanggunan.
Selain itu, Kwan Im sering juga ditampilkan berdampingan dengan Bun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau ditampilkan bertiga dengan : Tay Su Ci Pho Sat – Amitabha – Kwan Im Pho Sat.
20 Ajaran Welas Asih Dewi Kwan Im
- Jika orang lain membuatmu susah, anggaplah itu tumpukan rejeki.
- Mulai hari ini belajarlah menyenangkan hati orang lain.
- Jika kamu merasa pahit dalam hidupmu dengan suatu tujuan, itulah bahagia.
- Lari dan berlarilah untuk mengejar hari esok.
- Setiap hari kamu sudah harus merasa puas dengan apa yang kamu miliki saat ini.
- Setiapkali ada orang memberimu satu kebaikan, kamu harus mengembalikannya sepuluh kali lipat.
- Nilailah kebaikan orang lain kepadamu, tetapi hapuskanlah jasa yang pernah kamu berikan pada orang lain.
- Dalam keadaan benar kamu difitnah, dipersalahkan dan dihukum, maka kamu akan mendapatkan pahala.
- Dalam keadaan salah kamu dipuji dan dibenarkan, itu merupakan hukuman.
- Orang yang benar kita bela tetapi yang salah kita beri nasihat.
- Jika perbuatan kamu benar, kamu difitnah dan dipersalahkan, tetapi kamu menerimanya, maka akan datang kepadamu rezeki yang berlimpah-ruah.
- Jangan selalu melihat/mengecam kesalahan orang lain, tetapi selalu melihat diri sendiri itulah kebenaran.
- Orang yang baik diajak bergaul, tetapi yang jahat dikasihani.
- Kalau wajahmu senyum, hatimu senang, pasti kamu akan aku terima.
- Dua orang saling mengakui kesalahan masing-masing, maka dua orang itu akan bersahabat sepanjang masa.
- Saling salah menyalahkan, maka akan mengakibatkan putus hubungan.
- Kalau kamu rela dan tulus menolong orang yang dalam keadaan susah, maka jangan sampai diketahui bahwa kamu sebagai penolongnya.
- Jangan membicarakan sedikitpun kejelekan orang lain dibelakangnya, sebab kamu akan dinilai jelek oleh si pendengar.
- Kalau kamu mengetahui seseorang berbuat salah, maka tegurlah langsung dgn kata-kata yang lemah lembut hingga orang itu insaf.
- Doa mu akan diterima, apabila kamu bisa sabar dan menuruti jalanku.
No comments:
Post a Comment