Monday, January 20, 2020

Dongeng bukan hanya sekedar pengantar tidur


Dongeng - ilustrasi


Psikolog anak, Seto Mulyadi (Kak Seto), berpendapat, dongeng di kalangan orang tua Indonesia sudah mulai dilupakan. Kesimpulan itu diperoleh Kak Seto setelah seringnya dia berinteraksi dengan para orang tua dan anak di sejumlah wilayah Indonesia.

“Sudah dilupakan arti pentingnya. Padahal dongeng memiliki peran psikologis untuk pengembangan jiwa anak-anak, merangsang kecerdasan, bahasan, perkembangan emosi, moral dan juga pembangun komunikasi yang kuat antara anak dan orang tua” 

Padahal, budaya dongeng sudah dikenal lama oleh orang tua di Indonesia. 

Seperti di Riau, budaya Melayu yang memiliki tradisi aktivitas mendongeng yang dikembangkan dengan pantun dan permainan kata-kata. 

Indikator dongeng dalam budaya Indonesia yang telah ada sejak zaman dulu juga bisa dilihat dengan munculnya cerita-cerita rakyat. Di antaranya, kisah Tangkuban Perahu, asal usul Danau Toba, kisah Roro Jonggrang, bahkan di Papua pun memiliki cerita-cerita rakyat “Ini semuanya adalah bermula dari dongeng-dongeng” kata Kak Seto

Menurut Kak Seto, dulu semua nilai moral dan etika ditanamkan orang tua ke anak melalui dongeng. 

Tetapi semenjak pesatnya perkembangan teknologi, seperti televisi, gadget dan video, membuat budaya mendongeng dilupakan. 

Di sejumlah negara maju, dongeng bahkan kembali dipopulerkan. 

Contohnya, di Jepang. 

Di sana, pemerintahannya mulai menggalakkan kembali dongeng yang dilakukan orang tua kepada anak. 

Hal ini dilakukan agar anak-anak tidak memiliki ketergantuangan kepada gadget. 

Dengan dongeng, anak bisa diajari cara yang menyenangkan tentang nilai-nilai kebaikan. Mana yang baik dan mana yang harus diikuti atau mana yang jelek yang tidak boleh dilakukan. 

Selain itu, dongeng juga merangsang anak untuk menyukai membaca. 

Misalnya, orang tua mendongeng dengan membacakan sebuah buku maka anak-anak mengenal dan membaca buku tersebut.

Dengan dongeng, kita ajarkan keterbukaan dan demokrasi. 

Awalnya dimulai dengan dongeng, kedekatan dan terjadilah rapat keluarga. 

semua perilaku anak bisa diarahkan sejak kecil tanpa kekerasan. Karena anak tak perlu dibentak-bentak untuk diberi tahu tentang nilai-nilai kebaikan. 

Dengan cerita, anak-anak sudah mendapatkan nilai-nilai kebaikan. 

Untuk para orang tua yang ingin mendongeng, Kak Seto memberikan saran. Orang tua harus menguasai teknik mendongeng yang benar. 

Yakni dengan kesabaran, kreatif dan dengan cara-cara yang menarik seperti dengan suara yang berbeda-beda atau nada-nada indah seperti menyanyi. 

Adapun untuk klasifikasi usia mendongeng, Kak Seto menggambarkan pada usia awal yakni tiga sampai lima tahun, anak-anak senang dongeng dengan tokoh hewan. Misalnya, si Komo, buaya, macan, kancil, kura-kura atau kelinci. 

Pada usia enam sampai delapan tahun, anak-anak mulai tertarik pada contoh manusia, tetapi yang sederhana. 

Misalnya, kebiasaan yang baik sikat gigi sebelum tidur, cuci tangan sebelum makan atau yang membangun kebiasaan. 

Sedangkan usia tujuh sampai delapan tahun, anak-anak sudah mulai suka dengan kisah-kisah petualangan, seperti Jenderal Kancil atau Lima Sekawan.

Pemerintah sendiri mengakui manfaat dongeng dalam pendidikan keluarga. 

Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga Ditjen Paudni dan Pendidikan Masyarakat Kemendikbud Sukiman mengatakan, pemerintah kerap mengimbau kepada orang tua untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan melalui dongeng kepada anak. 

Di laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id, disediakan banyak cerita dongeng untuk menjadi referensi bagi orang tua. 

Di Kurikulum 2013 saat ini juga dimasukkan materi pendidikan keluarga. 

Anak-anak yang sudah usia sekolah dianjurkan membaca buku nonakademik 15 menit sebelum pelajaran dimulai. 

No comments:

Post a Comment