Anak-anak punk di akhir kejatuhan Orde Baru, punya pengalaman pahit bermesraan dengan kaum komunis di bawah payung Partai Rakyat Demokratik. Mereka, kaum pengagum Lenin dan Stalin, pernah mengibuli anak-anak Punk yang lugu secara politik, untuk memperbesar kekuatan massa mereka. Bahkan sebagian lagi diperkerjakan seperti budak dengan duduk sebagai pejabat partai di wilayah kota maupun daerah. Menjijikan bukan?
Setelah Soeharto turun, barulah sebagian anak-anak Punk sadar, selama ini mereka seperti sapi dicocok hidungnya. Mereka hanya jadi batu loncatan bagi para petualang politik macam Budiman Sudjatmiko, Andi Arief, Dita Indah Sari, Coen Husein Pontoh, dan para serdadu Marxis penjilat lainnya. Sebagian mereka sekarang sudah jadi “wakil rakyat’, sebagian lagi jadi pejabat publik, dan sisanya jadi ternak piaraan partai-partai koruptif.
Peristiwa itu sulit dilupakan. Karena ternyata ada sebagian kawan-kawan Punk yang ikut terluka atau bahkan mati disiksa aparat saat demonstrasi bersama mereka, para pengagum si botak Lenin. Sementara mereka yang mati-matian membela partai harus menderita, di luar sana pejabat partai malah asyik bercengkerama dengan musuh-musuh rakyat.
Akibat kejadian itu, ada sebagian punkers yang kecewa, kemudian meninggalkan partai dan menjadi apolitis sama sekali. Sebagian lagi memendam perihnya dikibulin, dan mengambil posisi berhadap-hadapan dengan politik beserta para pelakunya. Khusus untuk kaum Leninis-Stalinis, ada beberapa Punk yang menabuh genderang perang setiap apapun yang berbau palu arit. Kalau disurvey, mungkin mayoritas Punkers membenci komunis atas pengalaman tersebut.
No comments:
Post a Comment