Hatta lahir di kala subuh. Sahabatnya, Soekarno, di waktu fajar.
Mereka berdua penyambut pagi.
Pada tahun 1980, Mohammad Hatta meninggal dunia.
Halida, putri bungsunya, dalam buku "Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya" (Penerbit Buku Kompas, 2015) melukiskan bagaimana perasaan sedih teramat dalam atas kepergian ayahnya :
"… Seakan diatur oleh tangan yang lebih kuasa, masa hidupnya bagaikan satu kali putaran matahari. Ayah dilahirkan di kala panggilan sembayang subuh sedang berkumandang di surau-surau di Bukitinggi, dan wafat setelah tenggelamnya matahari, menjelang berakhirnya waktu magrib…”
Iwan Fals, musisi legendaris, menuliskan bait-bait duka dalam lagu yang berjudul "Bung Hatta"
Pada bagian reffrein, Iwan Fals mendendangkan bait setengah menjerit :
Hujan air mata dari pelosok negeri
Saat melepas engkau pergi
Berjuta kepala tertunduk haru
Terlintas nama seorang sahabat
Yang tak lepas dari namamu
Terbayang baktimu
terbayang jasamu
Terbayang jelas jiwa sederhanamu
Foto : Halida Hatta
Wakil Presiden, Mohammad Hatta, meninjau salah satu Pekan Buku Indonesia, Tahun 1954.
Hatta pecinta buku.
Pembaca buku.
Koleksi bukunya sangat banyak.
Saat menikah dengan ibu Rachmi, mahar yang diserahkan kepada sang istri adalah sebuah buku karangan beliau sendiri “Alam Pikiran Yunani”
No comments:
Post a Comment