Naskah lontar yang berisi cerita Calon Arang, ditulis dengan aksara Bali Kuna. Jumlahnya empat naskah, masing-masing bernomor Godex Oriental 4561, 4562, 5279 dan 5387. Meskipun aksaranya Bali Kuna, tetapi bahasanya Kawi atau Jawa Kuna. Naskah yang termuda 4561. 
Beberapa bagian dari naskah 4562, 5279 dan 5287 tidak lengkap, sehingga dengan tiga naskah ini dapat saling melengkapi. Sebenarnya naskah 5279 dan 5287 merupakan satu naskah. 
Naskah 5279 berisi cerita bagian depan, sedangkan 5387 berisi cerita bagian belakang. 
Naskah tertua 5279 berangka tahun 1462 Saka (1540 M) 
Semua naskah tersebut disimpan di Perpustakaan Koninklijk Instituut voor Taal – Land – en Volkenkunde van Ned Indies, Leiden, Belanda. 

Raja Airlangga (1006-1042 M) memerintah di Jawa Timur sejak 1021 sesuai dengan isi prasati Pucangan (Calcutta) 

Pusat kerajaan Airlangga berpindah-pindah karena diserang oleh musuh. 
Prasasti Terep (1032 M) menyebutkan Raja Airlangga lari dari istananya di Watan Mas ke Patakan karena serangan musuh. 
Prasasti tidak menyebutkan bahwa keraton Airlangga ada di Daha atau Kediri, tetapi naskah Calon Arang ini menyebutkan keraton Airlangga ada di Daha (Kediri)


Dalam masa Airlangga, di antara sekte-sekte agama Budha, ada Sekte Tantrayana yang ajarannya lewat jalan pintas agar umatnya segera mencapai moksa. 
Upacara yang dilakukan antara lain menari-nari di atas kuburan dengan iringan musik (instrumen kangsi dan kemanak) sambil minum darah dan makan daging mayat yang dilakukan pada malam hari bertelanjang badan. 
Ajaran ini kemudian juga dianut oleh raja Kertanegara (1268-1292 M) dari Singasari. Dengan cara demikian terjadilah pertemuan jiwa antara pelaku upacara dengan dewanya (naskah Tantu Panggelaran disertasi dari Th. Pigeud 1924) 
Ajaran Tantra dimaksudkan untuk kebaikan bukan kejahatan. 


Cerita ini terdiri atas dua bagian, yang pertama tentang Calon Arang, yang kedua tentang pembagian wilayah kerajaan Airlangga kepada dua puteranya. 

Di desa Girah tinggal seorang janda sakti bernama Calon Arang bersama dengan anak gadisnya yang sudah dewasa bernama Ratna Manggali. Karena orang takut kepada sang janda, maka tak ada laki-laki yang berani melamar Ratna Manggali. Mengetahui hal ini, Calong Arang marah. ia melakukan upacara yang mengerikan di atas kuburan sambil menyampaikan sesaji. Dewi Bhagawati (mungkin identik dengan Dewi Durga) turun dan mengabulkan permohonan Calon Arang. Wabah penyakit menyebar, jika orang sakit pada pagi hari, sorenya mati. Korban terlalu banyak. Raja Airlangga mendapat laporan yang menyedihkan ini dan mencoba mencari jalan untuk memusnahkan penyakit dan penyebabnya.
Mula-mula pasukan tentara dikirim ke Girah untuk membunuh Calon Arang, tetapi tidak berhasil karena sang janda sangat sakti. Beberapa orang utusan raja itu terbunuh. Calon Arang semakin marah dan semakin keras pula tenungnya ditebarkan, sehingga korban rakyat semakin banyak. Raja terus berupaya, sedangkan para pendeta dan resi di istana berdoa untuk mencari petunjuk. Turunlah petunjuk bahwa hanya Mpu Bharadah dari Desa Lemah Tulis yang dapat mengatasinya. Raja mengirim utusan kepada Mpu Bharadah untuk meminta tolong. Permohonan diterima, lalu Mpu Bharadah menyuruh muridnya bernama Bahula untuk menghadap Raja dengan maksud agar upaya mengawini Ratna Manggali dapat dibantu urusan mas kawinnya.
Raja setuju dan Bahula pergi menghadap Calon Arang untuk melamar Ratna Manggali. 
Lamaran diterima, lalu kawinlah Bahula dengan Ratna Manggali dan tinggallah Bahula di rumah mertuanya. Dari Ratna Manggali itu, Bahula tahu bahwa Calon Arang selalu membaca kitab dan tiap malam melakukan upacara di kuburan. Bahula pulang ke Lemah Tulis sambil membawa kitab dan menceriterakan kebiasaan Calon Arang kepada Mpu Bharadah. Bahula segera disuruh kembali ke Girah sebelum diketahui oleh mertuanya. Mpu Bharadah menyusul ke Girah. Dalam perjalanan ke Girah, Bharadah menyembuhkan orang-orang sakit dan menghidupkan orang mati yang mayatnya masih utuh, tetapi jika mayatnya rusak tidak dapat dihidupkan lagi.
Di kuburan Desa Girah, bertemulah Bharadah dengan Calon Arang. Bharadah memperingatkan Calon Arang agar menghentikan tenungnya karena terlalu banyak kesengsaraan yang diderita oleh rakyat. Calon Arang bersedia menuruti Bharadah asalkan ia diruwat oleh Bharadah untuk melebur dosa-dosanya. Bharadah tidak mau meruwatnya karena dosa Calon Arang terlalu besar. Terjadilah pertengkaran dan Calon Arang mencoba membunuh Bharadah dengan menyemburkan api yang keluar dari matanya. Bharadah lebih sakti dan sebaliknya Calon Arang mati dalam keadaan berdiri.
Kemudian Calon Arang dihidupkan lagi oleh Bharadah untuk diberi ajaran kebenaran agar bisa mencapai moksa. Calon Arang merasa bahagia karena sang pendeta mau mengajarkan jalan ke surga. Setelah selesai ajaran-ajaran itu disampaikan, Calon Arang dimatikan lagi lalu mayatnya dibakar. Dua murid Calon Arang bernama Woksirsa dan Mahisawadana dijadikan murid Bharadah.
Bharadah menyuruh Bahula untuk melaporkan pekerjaannya kepada Raja di Istana. Raja dan isteri beserta pengiringnya menuju ke Girah untuk mengucapkan terima kasih kepada Mpu Bharadah. Bharadah mencucikan Girah dan membangun punden untuk para Pendeta. Raja ingin menjadi murid sang pendeta, lalu diadakan upacara. Raja sudah mengeluarkan biaya upacara lalu diajarkan catur asrama, yaitu empat tataran kehidupan. Bharadah juga minta agar tradisi lama dihidupkan lagi, yaitu Dewasasana, Rajasasana, Rajaniti, Rajakapakapa, Munasasasana, Resisasana dan Adhigama. 

Kerajaan Airlangga dipecah dua menjadi Kediri dan Jenggala. 
Kediri untuk anak yang muda dan Jenggala untuk anak yang tua. Peristiwa ini juga disebut dalam prasasti Aksobhya (1289 M) tetapi nama Kediri disebut Panjalu.

Naskah lontar Calon Arang yang berlatar belakang sejarah masa Airlangga ini penting untuk memperjelas gambaran mengenai tatacara kerajaan dan upacara-upacara keagamaan. 

Di tengah-tengah sangat populernya dramatari Calon Arang, ternyata keberadaan situs Calon Arang yang terletak di Dusun Butuh, Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, belum tersentuh tangan pemerintah. Namun begitu, lokasi yang diyakini sebagai bekas tempat tinggal janda yang namanya mendunia itu, mendapat perhatian dari warga sekitar. Mereka merawat dan membersihkan lokasi situs yang terletak di tengah perkebunan tebu itu secara mandiri. 

di situs itu terdapat dua buah batu yang merupakan ambang pintu dari bahan batu andesit. Ambang pintu pertama berukuran, panjang 135 cm, lebar 56 cm dan tebal 29 cm. Ambang pintu kedua berukuran panjang 137 cm, lebar 38 cm dan tebal 23 cm. 
Pada sisi atas di sebelah kanan dan kiri terdapat dua lobang segi empat dan lingkaran. Kemungkinan ini dipakai tempat pilar penyangga semacam kusen pintu.
Selain ambang pintu, terdapat 4 buah umpak dari bahan batu andesit yang rata-rata berukuran sekitar panjang bawah 50 cm, panjang atas 45 cm, lebar bawah 50 cm, lebar atas 45 cm dan tinggi sekitar 50 cm. Keempat umpak batu berbentuk prisma itu diperkirakan merupakan pondasi penyangga empat sudut rumah. Juga terdapat dua buah balok batu dari bahan batu andesit dengan ukuran, batu pertama panjang 62 cm, lebar 40 cm dan tebal 17 cm. Batu kedua panjang 67 cm, lebar 47 cm dan tebal 18 cm.

J Sutjahjo Gani, salah seorang budayawan Kota Kediri menjelaskan, tempat tersebut pernah didatangi para ahli sejarah dan budayawan dari Bali. Kedatangan mereka untuk membuktikan apakah ada keterkaitan antara situs tersebut dengan dramatari kolosal Calon Arang yang selama ini diklaim sebagai hasil kesenian asli Bali itu. 
dengan kedatangan tim dari Bali itu, menunjukkan bahwa kalangan budayawan Bali juga menyepakati bahwa tanah kampung halaman Calon Arang memang di Dusun Butuh, Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Bahwa kemudian peristiwa yang terjadi di Kediri ini menjadi inspirasi bagi para budayawan Bali menciptakan dramatari Calon Arang yang terkenal di seluruh penjuru dunia, itu soal lain.