Friday, September 25, 2020

bayangkara

BHAYANGKARA, Pasukan Elit Majapahit

Berbicara tentang pasukan elit di masa lalu selain pasukan elit Kesultanan Turki Jannisary yang berhasil menaklukan Konstantinopel dan Pasukan Hindia Belanda Marsose yg berhasil menghentikan perlawanan Sisingamangaraja X11, ternyata Majapahit juga memiliki pasukan elit yang bernama Pasukan Bhayangkara.

Bhayangkara cukup jarang disebut padahal sedikit banyak Majapahit benar-benar berutang kepada pasukan satu ini. Berkat mereka, kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia ini berhasil melakukan berbagai pencapaian, termasuk selalu memenangi berbagai macam peperangan penting.

Pasukan Bhayangkara ini beberapa tingkat lebih tinggi dari prajurit biasa. Mereka adalah best of the best. Sejarah mencatat kalau pasukan satu ini memang sangat ahli dan juga menguasai banyak hal. Entah itu keahlian pedang, tombak, martial arts, atau ilmu-ilmu Kanuragan alias tenaga dalam.

Dengan kemampuan gila macam itu, tak heran kalau ada anggapan yang mengatakan jika satu anggota Bhayangkara sama seperti 40 orang prajurit biasa. Makanya, dulu hanya dengan modal beberapa orang Bhayangkara, mereka sanggup menaklukkan perang-perang kecil dengan musuh ratusan orang.

Untuk bisa menjadi anggota Bhayangkara, seorang prajurit harus mempunyai kemampuan yang lebih. Setelah itu, mereka masih harus menjalani seleksi berat dengan kriteria yang begitu banyak. Ada aspek-aspek spiritual dan sikap yang juga harus mereka penuhi. 

Selain wajib punya kemampuan lebih, para Bhayangkara haruslah sangat cerdas. Kecerdasaan diperlukan ketika mereka harus melakukan misi-misi intelijen, seperti menyusup, mengintai, merusak dari dalam dan sebagainya. Kepintaran sendiri juga merupakan aspek penting yang sangat dinilai ketika proses seleksi.

Selain ketentuan-ketentuan tadi, masih ada satu lagi syarat untuk seorang prajurit bisa menjadi anggota Bhayangkara. Mereka haruslah tidak berbuat dosa. Bagi yang pernah berjudi, mencuri, atau main wanita, maka mustahil bagi mereka untuk menjadi seorang Bhayangkara. Tak hanya benar-benar memperhatikan aspek fisik dan kemampuan saja tapi juga rohani.

Lantaran proses seleksinya yang sedemikian rumit dan ketat, akhirnya hanya sedikit sekali pasukan Bhayangkara yang eksis. Mereka hanya terdiri dari beberapa pleton saja yang masing-masing isinya tak lebih dari 40 orang.

Makanya tak heran juga kalau dalam setiap kali perang, pasukan ini selalu menang. Meskipun sangar luar biasa, tapi bukan berarti Bhayangkara tak bisa mati. Pasukan ini tetap bisa dibunuh tapi harus dengan banyak sekali pasukan. Setidaknya butuh 400an orang untuk membunuh satu pleton Bhayangkara.

Tetapi sebelum terbentuknya pasukan Bhayangkara, Majapahit pernah mempunyai sebuah pasukan bernama Dharmaputra yang benar-benar hanya diisi oleh segelintir orang berkemampuan tinggi.

Kisah tentang Pasukan Dharmaputra tertulis dalam kitab Negara Kertagama dan Pararaton. Negarakertagama menceritakan pasukan bernama Dharmaputra dibentuk pada awal-awal berdirinya Majapahit oleh Raden Wijaya, pendiri sekaligus raja pertama kerajaan tersebut.

Sementara Pararaton menyebutkan, para Dharmaputra disebut sebagai pengalasan wineh suka, yang artinya pegawai istimewa yang disayangi raja. Mereka diangkat oleh Raden Wijaya.

Pasukan ini bertugas mengawal dan mengamankan raja. Tidak main-main, anggotanya hanya tujuh orang. Mereka adalah Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa.  Mereka adalah tokoh-tokoh yang mengawal Raden Wijaya ketika dikejar Jayakatwang yang menyerbu Singasari pada masa kekuasaan raja Kertanegara.

Dari ke tujuh Dharmaputra tersebut yang paling terkenal mungkin Rakuti dan Ra Tanca. Ra Kuti terkenal karena berhasil menduduki Istana Kerajan dan memproklamirkan diri secara sepihak menjadi Raja Majapahit, sementara Ra Tanca terkenal karena membunuh Jayanegara.

Tidak banyaknya catatan tentang Dharmaputra termasuk dalam prasasti yang ditinggalkan kerajaan tersebut. Minimnya catatan ini kemungkinan besar karena ketujuh orang ini pada akhirnya semuanya tewas sebagai pemberontak pada masa pemerintahan raja kedua Majapahit, Jayanagara. Seluruh personel pasukan elite ini tewas di tangan Gadjah Mada dan pasukan Bhayangkara yang dia pimpin.

Dikisahkan selepas kematian Raden Wijaya, Jayanegara naik tahta sebagai raja Majapahit. Sayangnya raja muda ini banyak dipengaruhi oleh tokoh bernama Mahapati yang dikenal licik. Kondisi ini memunculkan banyak ketidakpuasan di kalangan pejabat, termasuk Dharmaputra.

Gesekan Dharmaputra dengan pemerintah Majapahit dimulai dari peristiwa pembunuhan Patih Nambi. Dalam Kidung Sorandaka dikisahkan pada 1316 ayah Patih Nambi yang bernama Pranaraja meninggal dunia di Lumajang. 

Salah satu anggota Dharmaputra yaitu  Ra Semi ikut dalam rombongan pelayat dari Majapahit. Saat itu Mahapati kemudian menyebar kabar bohong ke Jayanegara bahwa Nambi hendak memberontak. Mahapati memang mengincar posisi Nambi.’

Jayanegara yang termakan isu kemudian mengirimkan pasukan menggempur Lumajang mengakibatkan Nambi dan Ra Semi tewas. Terbunuhnya Ra Semi memunculkan dendam enam anggota Dharmaputra lainnya.

Puncaknya pada 1319 Ra Kuti bersama anggota Dharmaputra lainnya berhasil menggalang kekuatan untuk memberontak. Pemberontakan dipimpin oleh Ra Kuti dan hanya satu anggota Dharmaputra yang tidak bergaung, yakni Ra Tanca. Bisa jadi karena dia sebenarnya bukan prajurit tetapi seorang tabib.

Dalam pemberontakan ini Ra Kuti berhasil merebut istana sementara Jayanegara berhasil diselamatkan oleh Gajah Mada. Di pengungsian Gadjah Mada menyusun strategi dan bersama pasukan elite Bhayangkara yang dia pimpin akhirnya berhasil melakukan serangan balik yang berhasil menumpas pemberontakan Ra Kuti. Tokoh ini tewas di tangah Gadjah Mada.

Satu-satunya anggota Dharmaputra yang tersisa, Ra Tanca akhirnya juga dibunuh Gadjah Mada setelah tabib ini menusuk Jayanegara hingga tewas.

Habisnya kekuatan Dharmaputra membuat Bhayangkara menjadi satu-satunya pasukan elite saat itu. Gadjah Mada, sebagai pemimpin pasukan itupun akhirnya memiliki jalur karier tanpa penghalang. Namanya semakin berkibar hingga akhirnya dia diangkat menjadi Mahapatih di era Tribuwana Tunggadewi. Sebelum itu dia sudah menjadi patih di Daha sebagai penghargaan atas keberhasilannya menumpas pemberontakan Ra Kuti.

Di tangan Gadjah Mada, kesatuan Bhayangkara menjadi kekuatan yang sangat berpengaruh pada zamannya. Keselamatan para raja dan keluarganya di bawah kewenangan dan tanggung jawab Kesatuan Bhayangkara.

Namun pasukan Bhayangkara menorehkan catatan hitam terjadi saat Perang Bubat. Saat Gadjah Mada menggunakan kesempatan perjalanan Putri Pajajaran Dyah Pitaloka ke Majapahit untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Rombongan itu justru diserang Gadjam Mada yang memunculkan peristiwa Bubat. 

Sepeninggal Gadjah Mada, keberadaan Pasukan Bhayangkaran masih tetap ada. Bahkan ketika Majapahit diserbu kerajaan Demak, bangsawan Majapahit menyelamatkan diri ke sejumlah daerah termasuk ke Bali dengan pengawalan Pasukan Bhayangkara.

No comments:

Post a Comment